Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum yang terletak dalam lapangan harta kekayaan antara satu orang/lebih dengan satu orang lain/lebih, dimana pihak yang satu adanya prestasi diikuti kontra prestasi dari pihak lain. Perikatan seperti dimaksud di atas paling banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa demikian aling tepat dinamakan perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. Hubungan antara perikatan dengan perjanjian sangat erat sekali. Perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian, dengan kata lain perjanjian adalah sumber dari perikatan disamping sumber lain yang juga bisa melahirkan perikatan. sumber lain tersebut yaitu undang-undang. Perikatan dan perjanjian memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaannya yaitu :
- Hukum Perikatan hanya ada dalam Ilmu Pengetahuan khususnya dalam hukum hukum
perjanjian.
- Perjanjian, batasannya ada dalam pasal 1313 KUH Perdata.
- Karena merupakan suatu hubungan hukum maka perikatan sifatnya abstrak.
- Karena merupakanperbuatan hukum maka perjanjian sifatnya konkret.
Sebagaimana tertera di atas, suatu perikatan adalah suatu pengertian abstrak (dalam arti tidak dapat dilihat dengan mata), maka suatu perjanjian adalah suatu peristiwa atau kejadian yang konkret. Misalnya : Perjanjian jual beli, merupakan konkretisasi dari perikatan yang berwujud dari perjanjian.
Sedangkan persamaa antara perikatan dengan perjanjian adalah :
- Keberadaan antara pihak-pihak, baik perikatan maupun perjanjian minimal 2
pihak.
- Baik perikatan maupun perjanjian berada dalam lingkup harta kekayaan.
B. Pengertian Perjanjian
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi mengenai perjanjian. Perjanjian adalah
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih engikatkan dirinya terhadap satu orang atau
Perjanjian-Perjanjian Khusus yang ada Dalam Buku III KUH Perdata
3
lebih. Mengenai definisi tersebut di atas banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Adapun
kelemahan-kelemahan tersebut adalah :
- Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja.
Di sini dapat diketahui dari rumusan ”satu orang atau lebih mengikatkandirin ya
terhadap satu orang atau lebih lainnya”, kata ”mengikatkan” merupakan kata kerja
yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja tidak dari kedua belah pihak. Sedangkan maksud dari perjanjian itu mengikatkan diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak adanya konsensus/kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian.
- Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus/kesepakatan.
Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa dan perbuatan melawan hukum. Dari kedua hal tersebut merupakan tindakan/perbuatan yang tidak mengandung adanya konsensus. Perbuatan itu sendiri pengertiannya sangat luas, karena sebetulnya maksud perbuatan yang ada dalam rumusan tersebut adalah perbuatan hukum.
- Pengertian perjanjian terlalu luas.
Untuk pengertian perjanjian disini dapat diartikan juga pengertian perjnajian yang mencakup melangusngkan perkawinan, janji kawin. Padahal perkawinan sendiri sudah diatur tersendiri dalam hukum keluarga, yang menyangkut hubungan lahir batin. Sedang yang dimaksudkan perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata adalah hubungan antara debitur dan kreditur. Hubungan antara debitur dan kreditur terletak dalam lapangan harta kekayaan saja.
- Tanpa menyebut tujuan.
Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan apa tujuan untuk mengadakan perjanjian
sehingga pihak-pihak mengikatkan dirinya itu tidaklah jelas maksudnya untuk apa.
Atas dasar alasan-alasan tersebut di atas maka rumusannya menjadi, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu
perjanjian yang dilakukan dengan tertulis dan perjanjian
yang dilakukan cukup secara lisan. Untuk kedua bentuk tersebut memiliki kekuatan yang sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja bila perjanjian dibuat dengan tertulis dapat dengan mudah dipakai sebagai alat bukti bila sampai terjadi perselisihan. Bila bentuk perjanjian dengan lisan dan terjadi perselisihan maka akan sulit
Perjanjian-Perjanjian Khusus yang ada Dalam Buku III KUH Perdata
4
pembuktiannya. Disamping harus dapat menunjukkan saksi-saksi, juga itikad baik pihak-
pihak diharapkan.
Dilihat dari syarat sahnya perjanjian seperti yang tertera dalam Pasal 1320 KUH Perdata, maka Asser memisahkan dalam dua bagian yaitu bagian inti/pokok dan bagian yang bukan pokok. Bagian pokok disebut essensialia dan bagian yang tidak pokok dinamakan naturalia serta aksidentalia. Essensialia merupakan bagian dari perjanjian dimana tanpa bagian tersebut perjanjian tidak memenuhi syarat atau dengan kata lain bagian tersebut harus/mutlak ada. Dalam jual beli bagian essentialia adalah harga. Tanpa adanya harga, perjanjian tidak mungkin ada. Naturalia merupakan bagian yang oleh undang-undang ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya dalam jual beli unsur naturalianya terletak pada kewajiban penjual untuk menjamin adanya cacad tersembunyi. Aksidentalia merupakan bagian yang oleh para pihak dalam membuat perjanjian ditambahkan sebagai undang-undang bagi para pihak, karena tidak ada aturannya dalam undang-undang. Misalnya dalam perjanjian jual beli mobil beserta dengan perlengkapan yang ditambahkan, seperti tape, AC, dan sebagainya.
Mengenai subyek perjanjian dengan sendirinya sama dengan subyekb perikatan yaitu kreditur dan debitur yang merupakan subyek aktif dan subyek pasif. Adapun kreditur maupun debitur tersebut dapat orang perseorangan maupun dalam bentuk badan hukum. KUH Perdata membedakan dalam tiga golongan untuk berlakunya perjanjian : (1) perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian, (2) perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak, (3) perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.
Membicarakan akibat dari persetujuan/perjanjian kita tidak bisa lepas dari ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata yang membawa arti penting tentang itikad baik dan keputusan serta kebiasaan. Dalam pasal 1338 KUH Perdata dipakai istilah ”semua” menunjukkan bahwa perjanjian dimaksudkan secara umum baik itu perjanjian bernama maupun tidak bernama. Di situ terkandung asas kebebasan berkontrak yang pelaksanaannya dibatasi oleh hukum yaang sifatnya memaksa. di dalam hukum perjanjian terdapat sepuluh asas yaitu :
1) Asas kebebasan mengadakan perjanjian (kebebasan berkontrak).
2) Asas konsensualime.
3) Asas kepercayaan.
4) Asas kekuatan mengikat.
5) Asas persamaan hukum.
6) Asas keseimbangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar